life is a journey

life is a journey

Sabtu, 28 Maret 2015

Sepenggal Hikmah di Balik Musibah Puting Beliung


Hari itu, kamis 18 desember 2014,

Entah kenapa perasaan saya sejak pagi merasa deg-degan tak keruan. Saya pikir ini pasti karena hari itu saya ada jadwal persentasi untuk UAS. Jadi saya pikir ini hanya deg-degan biasa. Tapi ternyata hingga sampai di kampus perasaan saya semakin tidak keruan. Bahkan ketika dikabari bahwa jadwal persentasi saya ditunda (alias tidak jadi hari itu), perasaan deg degan saya tidak berkurang. Dan yang saya pikirkan saat itu hanyalah cepat pulang, saya harus segera pulang. Selesai satu mata kuliah, saya bergegas pulang. Saya sampai di rumah sekitar pukul 2 siang. Ada adik saya di rumah, yang kebetulan jadwal UAS di kampusnya sudah selesai sehingga sudah mulai libur. Setelah makan siang, saya tertidur setelah membaca buku. Cuaca siang hari itu saya rasakan tidak biasa. Agak lebih panas dari biasanya, dan hawa panasnya terasa berbeda.

Saya terbangun sekitar pukul setengah 5 sore, saya terbangun karena mendengar suara berisik. Keretek,,keretek dari arah atas. Saya pun bangun, saya melihat adik saya sedang mengintip keluar jendela. Melihat saya sudah bangun, adik saya pun meminta saya melihat keluar jendela. Dan apa yang saya liat? Saya melihat lingkaran angin di atas atap rumah tetangga saya. Lingkaran angin yang berputar putar seperti yang pernah saya liat di televisi. Awalnya lingkaran itu kecil namun lama kelamaan menjadi besar. Awalnya hanya menerbangkan daun-daun kering dan sampah yang kebetulan berserakan, namun lama kelamaan mulai menerbangkan barang yang lebih besar. Bahkan pohon mulai bergoncang karena putaran angin itu. Dan putaran angin itu semakin besar dan tidak terkendali.

Refleks saya dan adik saya lari ke dalam kamar. Jujur saya mulai panik saat itu. Apalagi waktu saya mendengar suara ribut sekali di atas rumah saya. Sepertinya saat itu putaran angin itu tepat berada di atas atap rumah saya. Saya dan adik bingung harus berbuat apa. Refleks kami meringkuk di belakang pintu. Yang saya pikirkan adalah saya harus melindungi adik saya. Saya peluk adik saya sambil terus menyebut nama Allah. Saya menangis. Saya takut sekali saat itu jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Saat itu terjadi saya mendengar suara orang mengumandangkan azan. Sampai azan dikumandangkan dua kali barulah putaran angin itu terdengar mulai mereda. Cukup lama peristiwa itu terjadi sekitar 30 menit. Dan mulai digantikan dengan turunnya hujan. Namun saya kembali panik saat saya merasakan tetes air mengenai kepala saya. Waktu saya liat ke arah atap, ternyata atap kamar saya bocor. Ketika saya mencoba melihat keadaan di luar rumah, Allahu Akbar... rusak dan porak poranda dimana-mana. Dan yang pertama kali saya liat adalah kanopi depan rumah saya sudah rubuh, dengan posisi menggelayut hampir menutupi pagar masuk. Saya sampai tidak berani keluar rumah.

Hujan semakin besar, saya dan adik segera bergegas mengamankan barang-barang berharga. Laptop, dan segala macam barang di kamar yang kami anggap penting segera kami amankan. Waktu saya liat, ternyata di kamar orang tua saya pun bocor. Begitu juga dengan ruang tamu dan ruang keluarga. Pastinya jika dapat melihat ke atap rumah, banyak genteng-genteng yang bergeseran atau bahkan mungkin terbang karena angin puting beliung karena saya liat banyak sekali berserakan genteng-genteng yang hancur di jalan, batang-batang pohon yang berserakan, bahkan ada seonggok pagar kawat yang nyasar di halaman rumah saya. Ini termasuk musibah yang cukup besar di daerah rumah saya, namun yang aneh bahwa hanya RW rumah saya yang terkena musibah angin puting beliung ini, RW yang lain aman-aman saja sama sekali tidak rusak. Kuasa Allah menggariskan ini semua terjadi, Kun Fayakun...

Rupanya bocor di atap rumah kami cukup parah sehingga air yang masuk ke dalam rumah cukup banyak, barang –barang elektronik lain yang tidak dapat kami angkat seperti televisi hanya kami tutupi saja dengan penutup seadanya. Bahkan ruang tamu bocor, dan gentengnya masuk ke dalam rumah. Sehingga atap kami bolong cukup besar. Kami tadahi air yang masuk dengan ember dan baskom seadanya saja. Sehingga banyak titik bocor yang tidak bisa kami tampung airnya yang masuk. Sehingga rumah kami seperti kebanjiran. Apalagi ternyata hujan turun semalaman, sehingga dalam rumah kami semakin tergenang air. Alhamdulillah masih ada satu kamar yang selamat, tidak bocor sama sekali. Sehingga bisa kami jadikan tempat kami beristirahat malam itu dan kami jadikan tempat memasukkan barang-barang berharga yang berhasil kami amankan. Karena angin puting beliung itu, ditambah hujan yang cukup deras dan listrik pun padam. Alhamdulillah ada persediaan lilin dan lampu emergency yang rupanya masih menyimpan cadangan listrik. Lumayan bisa menemani sebentar malam kami yang gelap. Saya dan adik hanya bisa berdiam di kamar belakang tersebut, namun ketika ingin ke kamar mandi harus melewati ‘banjir kecil’ di ruang keluarga.

Jujur saya sedih saat itu, ditambah hanya berdua dengan adik saya. Karena memang kami hanya tinggal berdua saja di rumah. Orang tua saya tugas di semarang, sudah hampir sekitar 3 tahun. Sehingga saya merasa bertanggung jawab untuk merawat dan melindungi adik saya di bandung. Serta tentu saja menjaga rumah orang tua saya. Malam itu kami berdua habiskan dengan tidak banyak berbicara, kami lebih banyak diam. Kami asyik dengan pikiran kami masing-masing. Mungkin masih shock dengan kejadian tadi sore.

Keesokan harinya, saya dan adik saya menyempatkan diri untuk melihat keadaan sekitar. Kami berjalan mengelilingi komplek. Ternyata banyak rumah-rumah dan bangunan yang rusak parah. Bahkan banyak pohon yang roboh sehingga menutupi jalan. Perlu waktu sekitar 2 minggu untuk benar-benar membenahi kerusakan yang terjadi di daerah saya. Selama dua minggu itu tiap hari saya melihat truk sampah mondar mandir membawa puing-puing sampah akibat musibah puting beliung tersebut.  Kondisi rumah dan bangunan yang rusak membuat saya penasaran akankah ada korban jiwa karena musibah ini? Alhamdulillah di kompleks saya tidak ada korban jiwa. Malah saat musibah terjadi ada tetangga yang sedang mengandung 9 bulan. Mungkin karena kaget dan shock, setelah angin puting beliung reda, sang ibu langsung merasakan mules ingin melahirkan. Dan benar saja, malam itu juga sang ibu melahirkan bayinya... alhamdulillah ibu dan bayinya selamat.

Malam setelah kejadian puting beliung tersebut, saya banyak berpikir malam itu, lebih tepatnya merenung. Kejadian sore itu adalah ujian atau bencana yang Allah timpakan pada kami? Mungkin selama ini kami seringkali lalai dalam menjaga amanah yang dititipkan-Nya? Namun satu yang pasti, dan patut saya syukuri sampai saat ini adalah Allah masih memberikan kesempatan bagi kami untuk hidup. Masih diberikan kesempatan menghembuskan nafas kehidupan. Masih diberikan kesempatan untuk beribadah kepada-Nya Sang Maha Pemberi Hidup. Dan dengan musibah itu saya dapat merasakan bagaimana saudara-saudara saya yang terkena musibah di berbagai daerah di indonesia. Kebetulan saat itu juga masih ramai pemberitaan tentang longsor di daerah semarang. Sungguh posisi yang benar-benar menguji kesabaran dan keihklasan untuk menghadapinya... 

Dan keyakinan itu selalu ada, bahwa di setiap peristiwa yang kita alami, baik itu berupa ujian, musibah, bahkan kebahagiaan sekalipun, akan selalu ada hikmah yang Allah berikan kepada kita, tinggal bagaimana kita menyikapinya hingga kita dapat memahaminya....





* beberapa foto kondisi rumah setelah terkena puting beliung, alhamdulillah tidak rusak parah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar