Suara
Alif di radio mendendangkan sebuah nasyid pernikahan menggelitik perasaanku.
Kini aku sudah menjadi mahasiswa tingkat akhir, sudah mulai galau memikirkan
masa depan. Setelah menyelesaikan kuliah, banyak bermunculan rencana-rencana
masa depan. Ingin membangun sebuah toko kue, ingin produktif menulis , ingin
membuka sebuah rumah baca, ingin kuliah S2 di turki, ingin ini, ingin
itu...aahhh...banyak sekali rencanaku. Tapi tetap doong target yang ‘pasti’
adalah ‘Menikah’. Semua manusia juga pasti ingin menikah. Mau tipe orang yang cuek seperti apapun itu,
kalau sudah masanya untuk menikah yaa harus menikah. Menggenapkan separuh
agama. Ya kaaann.. aku mulai senyam senyum sendiri.
Lamunanku
buyar saat Teh Nai masuk ke kamar.
“Raiiii....teteh
mau minjem buku dooonggg...” Teh Nai langsung duduk di tepi tempat tidurku.
“Ah, Teh Nai mah kebiasaan, masuk kamar Rai ketuk pintu dulu dooonggg...” aku cemberut, protes dengan kedatangan Teh Nai yang tiba-tiba.
“Iya iya dehh...maafkan kakakmu yang cantik ini yaa. Kalau Rai cemberut makin kece dehhh” Teh Nai mulai melancarkan aksinya agar aku tidak jadi marah.
“Ah, Teh Nai mah kebiasaan, masuk kamar Rai ketuk pintu dulu dooonggg...” aku cemberut, protes dengan kedatangan Teh Nai yang tiba-tiba.
“Iya iya dehh...maafkan kakakmu yang cantik ini yaa. Kalau Rai cemberut makin kece dehhh” Teh Nai mulai melancarkan aksinya agar aku tidak jadi marah.
“Huuu...pasti
jawabannya itu. Bosen! Yaudah, Teh Nai mau minjem buku apa? Novel Bang Tere?
Nih, Rai baru beli yang judulnya ‘Bumi’. Baru beres tadi malem Rai baca”. Aku
mengangsurkan buku novel yang kumaksud.
“Asiiikkk...novel baru lagiii” Teh Nai langsung mengambil bukunya dari tanganku.
“Asiiikkk...novel baru lagiii” Teh Nai langsung mengambil bukunya dari tanganku.
“Awass..jangan
sampai lecek. Novel baru banget tuh”. Aku memperingatkan Teh Nai. Kalau udah
asik baca novel, teh nai suka ketiduran. Trus buku yang dibacanya suka jadi
lecek tertimpa badan teh nai.
“Hemmm...” teh nai menjawab pendek.
Akupun kembali asik dengan laptopku. Mulai berkonsentrasi lagi untuk berkontemplasi dengan tugas Metlitku.
Belum ada satu menit suasana kamar tenang, tiba-tiba teh nai tertawa geli sambil menangkupkan buku yang sedang dibaca ke wajahnya. Kayaknya buku novel yang kupinjamkan bukan buku yang lucu deh, kok teh nai kayaknya ketawa geli banget?
“Teh nai kenapa??? Emang novelnya lucu ya? Perasaan enggak dehh”. Aku penasaran.
Teh nai masih setengah tertawa menjawab pertanyaanku “Itu tuh lagu yang kamu puter... ternyata adikku...” teh nai mejawil lenganku.
Aku baru tahu apa yang teh nai tertawakan. Lagu Alif masih kuputar di laptopku.
“Iiiihhhh....usil aja. Emang gak boleh? Kan Cuma lagu doanggg...” aku balas mencubit teh nai.
“Aduh aduh, ya gapapa sihhh....Cuma lucu aja. Ternyata Rai yang macho ini seneng juga sama lagu yang lope-lopean”. Teh Nai berusaha menghindari cubitanku.
“Yeee...gue juga perempuan keleuss...” aku mulai sebal dengan ledekan teh nai.
“Iyaaa dehh...ga salah kok. Hehe. Tapii...teh nai mau kepo dooonggg... Rai udah punya calon belum?? ‘’ teh nai mengedipkan matanya mulai menggodaku.
“Ihhh...kepo bangettt. Kalo udah ada juga pasti dikenalin ke semuanya. Terus Rai langsung nikah dehhh” aku menjawab sekenanya saja.
“Yaaa...ga asik niihhh...kirain udah ada. Cepet dong Rai cari calon. Atau mau sama adiknya A Fahri? Itu lohh yang jadi guru SMA. Dia juga belum nikah kok, kayaknya cocok deh sama Rai”. Teh nai mulai bertingkah menjodoh-jodohkan aku.
“Kebiasaan! Kalo teh nai ke rumah pasti deh jodoh-jodohin Rai. Kemarin sama temen teh nai. Kemarinnya lagi sama adik ipar sahabat teh nai. Hari ini sama adiknya A Fahri. Gak sekalian aja tuh sama tetangga rumah di tangerang. Trus diajak orangnya ke rumah”.
“Aha! Ide bagus! Jadi Rai mau langsung ketemu orangnya nihhh....”. teh nai mengedipkan matanya.
Refleks kulemparkan bantal ke arah teh nai. Teh nai tertawa senang melihat tingkahku. Sudah jadi kebiasaan teh nai setiap pulang ke bandung pasti tiada hari tanpa mengomporiku untuk cepat-cepat mencari ‘calon’. Plis dehhh...masih tingkat 3, harus wisuda dulu. Masih mau nikmatin masa-masa jadi mahasiswi, pengen aktif di sana sini, pengen berprestasi dulu di kampus, nanti juga pasti datang waktunya untuk fokus memikirkan ke ‘arah sana’. Tapi anehnya, teh nai gak pernah bosen-bosennya ngasih petuah untuk adik semata wayangnya ini tentang ‘nikah’. Huwaaa... gimana mau dibantah kalo teh nai sendiri udah ngasih contoh nyata tentang pernikahannya. Teh nai menikah waktu masih di tingkat 2. Dan setelah menikah, teh nai tetaplah teh nai yang aktif di kampusnya. Malah sempat ikut konferensi mahasiswa di luar negeri sana. Gimana gak keren??? Mau dibantah gimana lagi? Kalo teh nai mulai ngasih petuah ini itu, dan nyontohin dengan pernikahannya ini, udah dehhh....No Comment!
“Hemmm...” teh nai menjawab pendek.
Akupun kembali asik dengan laptopku. Mulai berkonsentrasi lagi untuk berkontemplasi dengan tugas Metlitku.
Belum ada satu menit suasana kamar tenang, tiba-tiba teh nai tertawa geli sambil menangkupkan buku yang sedang dibaca ke wajahnya. Kayaknya buku novel yang kupinjamkan bukan buku yang lucu deh, kok teh nai kayaknya ketawa geli banget?
“Teh nai kenapa??? Emang novelnya lucu ya? Perasaan enggak dehh”. Aku penasaran.
Teh nai masih setengah tertawa menjawab pertanyaanku “Itu tuh lagu yang kamu puter... ternyata adikku...” teh nai mejawil lenganku.
Aku baru tahu apa yang teh nai tertawakan. Lagu Alif masih kuputar di laptopku.
“Iiiihhhh....usil aja. Emang gak boleh? Kan Cuma lagu doanggg...” aku balas mencubit teh nai.
“Aduh aduh, ya gapapa sihhh....Cuma lucu aja. Ternyata Rai yang macho ini seneng juga sama lagu yang lope-lopean”. Teh Nai berusaha menghindari cubitanku.
“Yeee...gue juga perempuan keleuss...” aku mulai sebal dengan ledekan teh nai.
“Iyaaa dehh...ga salah kok. Hehe. Tapii...teh nai mau kepo dooonggg... Rai udah punya calon belum?? ‘’ teh nai mengedipkan matanya mulai menggodaku.
“Ihhh...kepo bangettt. Kalo udah ada juga pasti dikenalin ke semuanya. Terus Rai langsung nikah dehhh” aku menjawab sekenanya saja.
“Yaaa...ga asik niihhh...kirain udah ada. Cepet dong Rai cari calon. Atau mau sama adiknya A Fahri? Itu lohh yang jadi guru SMA. Dia juga belum nikah kok, kayaknya cocok deh sama Rai”. Teh nai mulai bertingkah menjodoh-jodohkan aku.
“Kebiasaan! Kalo teh nai ke rumah pasti deh jodoh-jodohin Rai. Kemarin sama temen teh nai. Kemarinnya lagi sama adik ipar sahabat teh nai. Hari ini sama adiknya A Fahri. Gak sekalian aja tuh sama tetangga rumah di tangerang. Trus diajak orangnya ke rumah”.
“Aha! Ide bagus! Jadi Rai mau langsung ketemu orangnya nihhh....”. teh nai mengedipkan matanya.
Refleks kulemparkan bantal ke arah teh nai. Teh nai tertawa senang melihat tingkahku. Sudah jadi kebiasaan teh nai setiap pulang ke bandung pasti tiada hari tanpa mengomporiku untuk cepat-cepat mencari ‘calon’. Plis dehhh...masih tingkat 3, harus wisuda dulu. Masih mau nikmatin masa-masa jadi mahasiswi, pengen aktif di sana sini, pengen berprestasi dulu di kampus, nanti juga pasti datang waktunya untuk fokus memikirkan ke ‘arah sana’. Tapi anehnya, teh nai gak pernah bosen-bosennya ngasih petuah untuk adik semata wayangnya ini tentang ‘nikah’. Huwaaa... gimana mau dibantah kalo teh nai sendiri udah ngasih contoh nyata tentang pernikahannya. Teh nai menikah waktu masih di tingkat 2. Dan setelah menikah, teh nai tetaplah teh nai yang aktif di kampusnya. Malah sempat ikut konferensi mahasiswa di luar negeri sana. Gimana gak keren??? Mau dibantah gimana lagi? Kalo teh nai mulai ngasih petuah ini itu, dan nyontohin dengan pernikahannya ini, udah dehhh....No Comment!
“Eh,
teh nai serius loh Raiii adikku yang paling geulisss... serius dua rius
dehh...” teh nai mulai lagi melancarkan aksinya.
“Serius apaannn???”
“Ya serius doong mau nyariin calon buat adikku...” teh nai mengedipkan matanya.
Aku menghela nafas,,,
“Begini tetehku tercinta...adik teteh yang geulis ini masih tetap pada pendiriannya. Untuk sekarang masih belum berpikir untuk nyari ‘calon’ seperti yang teh nai sarankan. Rai yakin deh, nanti kalau memang waktunya untuk ketemu dengan calon rai, pasti akan ketemu juga. Untuk sekarang Rai pengen kayak air mengalir aja, tetap mengikuti jalan hidup yang Allah takdirkan untuk Rai. Kalaupun dipertemukan dalam waktu dekat ini, yaa...mungkin bisa berubah semua rencana yang rai cita-citakan. Intinya...Rai serahkan semua masa depan Rai sama Allah. Rai percaya pasti apapun takdirnya itu yang terbaik untuk Rai. Mungkin nanti semua yang Rai rencanakan akan berubah saat nanti Rai dipertemukan dengan ‘calon’ rai. Atau mungkin berjalan sesuai dengan yang Rai harapkan. Lulus kuliah, kemudian bisa kerja dulu baru kemudian menikah...” aku menjelaskan semua yang menjadi pemikiranku selama ini mengenai masa depanku.
“Nahhh...gitu dong Rai, kan enak kalo Rai udah terbuka sama teh nai. Jadi apapun pilihan rai untuk kedepannya, semoga Allah bukakan jalannya dan memberikan yang terbaik untuk adik teteh tercinta. Adik teteh yang macho tapi teuteup...untuk masalah hati gak beda dengan perempuan lainnya...hehe”.
“Serius apaannn???”
“Ya serius doong mau nyariin calon buat adikku...” teh nai mengedipkan matanya.
Aku menghela nafas,,,
“Begini tetehku tercinta...adik teteh yang geulis ini masih tetap pada pendiriannya. Untuk sekarang masih belum berpikir untuk nyari ‘calon’ seperti yang teh nai sarankan. Rai yakin deh, nanti kalau memang waktunya untuk ketemu dengan calon rai, pasti akan ketemu juga. Untuk sekarang Rai pengen kayak air mengalir aja, tetap mengikuti jalan hidup yang Allah takdirkan untuk Rai. Kalaupun dipertemukan dalam waktu dekat ini, yaa...mungkin bisa berubah semua rencana yang rai cita-citakan. Intinya...Rai serahkan semua masa depan Rai sama Allah. Rai percaya pasti apapun takdirnya itu yang terbaik untuk Rai. Mungkin nanti semua yang Rai rencanakan akan berubah saat nanti Rai dipertemukan dengan ‘calon’ rai. Atau mungkin berjalan sesuai dengan yang Rai harapkan. Lulus kuliah, kemudian bisa kerja dulu baru kemudian menikah...” aku menjelaskan semua yang menjadi pemikiranku selama ini mengenai masa depanku.
“Nahhh...gitu dong Rai, kan enak kalo Rai udah terbuka sama teh nai. Jadi apapun pilihan rai untuk kedepannya, semoga Allah bukakan jalannya dan memberikan yang terbaik untuk adik teteh tercinta. Adik teteh yang macho tapi teuteup...untuk masalah hati gak beda dengan perempuan lainnya...hehe”.
“Yaiyalah...
gue perempuan tuleeennnn...” kembali kulemparkan bantal ke arah teh nai.
Teh Nai
masih tetap tertawa melihat tingkahku.
---Setelah
ini... jauh di lubuk hatiku... sejujurnya akupun sudah merindukan hal itu,
tanpa dikompori oleh teh nai. Tapi... kukembalikan semua kepada Sang Maha
Pemilik Cinta...
Aku yakin, di belahan bumi manapun ‘dia’ berada, sejauh apapun jarak yang terbentang di antara kita, bila saatnya tiba untuk bertemu pasti akan Allah temukan dengan cara-Nya yang indah yang tak pernah kita duga...
Aku yakin, di belahan bumi manapun ‘dia’ berada, sejauh apapun jarak yang terbentang di antara kita, bila saatnya tiba untuk bertemu pasti akan Allah temukan dengan cara-Nya yang indah yang tak pernah kita duga...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar