life is a journey

life is a journey

Rabu, 05 Februari 2014

Rindu Bapak


Tadi siang saat naik angkot menuju kampus, aku bertemu seorang ayah bersama anak laki-lakinya. Terlihat begitu sabar dan sayang ayahnya saat sang anak mulai rewel. Rasanya air mataku tak sanggup kutahan karena tiba-tiba saja kerinduan itu hadir...
Aku rindu bapak... Satu-satunya sosok laki-laki dalam hidupku (sampai saat ini).

Aku masih ingat saat masih TK dulu setiap pulang sekolah, jarang aku dijemput dan langsung diantar pulang ke rumah. Aku sering dijemput dan diantar ke kantor bapak, menunggu sampai bapak pulang kantor.  Terkadang aku sering bosan dan kesal, aku ingin cepat-cepat pulang ke rumah tapi malah harus menunggu di kantor. 

Ketika SD, aku pun masih ingat setiap teman-teman ingin main ke rumah selalu bertanya “Ada bapakmu gak ir di rumah? Kalo ada, kita gak jadi ke rumahmu ah, takut”. Kalau mereka sudah sampai depan rumah dan ternyata bapak sedang di rumah, teman-temanku malah putar badan dan pulang lagi...haha.

Itulah ayahku... Sosok lelaki yang sangat kusayangi.

Bapak bukan sosok orang yang banyak bicara. Jarang juga bercanda. Mungkin beliau terlihat menakutkan bagi teman-teman kecilku. Sorot mata beliau tajam, garis wajahnya tegas, tapi menurut anak SD, bapakku terlihat galak ditambah dengan kumis hitamnya (hehe, mungkin memang iya) .Tapi walau begitu, kami anak-anaknya bisa mengerti maksud beliau melalui sorot dan tatapan matanya. Beliau orang yang tegas. Mungkin sedikit keras mendidik anak. Kami anak bapak memang perempuan semua, karena itu bapak selalu mengajarkan pada kami walaupun kami perempuan tetapi kami tak boleh terlihat lemah. Kami tak boleh bergantung pada sosok laki-laki. Kami harus bisa mandiri. Kami harus menjadi sosok perempuan yang kuat. Kata mama, semakin tua bapak semakin romantis (hehe), dan sekarang jauh lebih sering bercanda dengan keluarga.

Aku mengerti saat bapak ingin aku masuk jurusan hukum mengikuti beliau (seperti teteh pertama dan kedua). Bapak ingin kami menjadi perempuan yang mengerti hukum. Sehingga kami tidak mudah begitu saja dilecehkan oleh laki-laki. Tapi aku tidak ingin kuliah dijurusan hukum, aku benar-benar tidak berminat ke sana. Butuh perjuangan untuk meyakinkan bapak, saat aku ingin mengambil jurusan selain hukum. Dan alhamdulillah, bapak mengizinkan. 
Bapak selalu berharap nantinya setelah selesai sekolah, kami bisa menjadi orang-orang yang berjuang untuk agama Allah. Semenjak aku kuliah, bapak menjadi lebih sering mengobrol. Dibanding ketika masih sekolah dulu. Bapak semakin sering menasihati. “Kalau lagi diam saja, jangan sampai hati kita juga ikut diam, harus berdzikir...jangan biarkan hati dan pikiran kita kosong”. “Kalau nanti irni sudah lulus kuliah, jangan cari kerja yang pindah-pindah kayak bapak gini, capek. Kasian keluarga”. “Buat apa hidup kita ini, kalau bukan untuk agama Allah?”. “Kalau melihat anak-anak bapak yang sudah besar-besar, bapak ini sudah tua nak..sudah dekat waktu”. “Bapak ini beruntung, bisa kerja di kota, kerjanya gak kayak embah (kakek) dulu yang harus kerja di gunung, nyangkul di sawah, di ladang, hidup bapak jauh kebih beruntung dibanding embah dulu. Makanya irni harus bersyukur bisa hidup seperti sekarang”.

Bapak...aku rindu...
                                                Ganteng kan bapakku...^^

                                        Ini Waktu jalan-jalan di Boscha...


                                               Bersama cucu pertama..^^

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. weh ada yg kepoin blog akuu, hehe.
    Alhamdulillah kalo menginspirasi, pdhl cuma buat orat oret aja,.
    Makasih yoo udh mampir di blog irni :)
    Tapi itu kyknya kata-kata yg trkhir agak2 gmn gtu ya? hehe

    BalasHapus